Bimbingan karir di SLTP merupakan proses bantuan yang dberikan oleh konselor sekolah kepada siswa dalam rangka pemberian informasi karir dan pekerjaan sehingga muncul kesadaran pada diri siswa untuk memilih pekerjaan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki.
Karakteristik siswa di SLTP, adalah:
1. Siswa berusia antara 12/13 - 15/16 tahun.
2. Tugas-tugas pokok perkembangan yang harus dicapai anak , yaitu:
a. mengenal kemampuan, bakat, minat, serta arah kecenderungan karir.
b. mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk pendidikan lanjutan.
c. mengenal gambaran dan mengembangkan sikap pribadi yang mandiri.
d. mengarahkan diri pada peranan sosial sebagai pria atau sebagai wanita.
3. Perkembangan kemampuan berpikir anak sudah pada tahap operasional formal, dimana anak sudah mulai berpikir secara abstrak, namun masih perlu bantuan dengan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
4. Konsep belajar sudah mulai berkembang pada tahap pemahaman, dimana setiap informasi/konsep atau peristiwa belajar dapat dicerna oleh aspek kognitifnya sehingga mereka memperoleh pemahaman diri yang lebih baik.
5. Berada pada tahap perkembangan remaja, sedang mengalami masa pubertas dan mencari identitas diri.
Tujuan umum bimbingan karir di SMP/SLTP adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk melibatkan diri secara aktif dalam suatu proses yang dapat mengungkapkan berbagai macam karir. Melalui proses tersebut diharapkan siswa menyadari dirinya, kemampuannya, dan hubungan antara keduanya dengan berbagai karir dalam masyarakat. Tujuan khusus bimbingan karir di SMP adalah:
1. Memahami lebih tepat tentang keadaan dan kemampuan diri para siswa.
2. Membina kesadaran terhadap nilai-nilai yang ada pada diri pribadi siswa.
3. Mengenal berbagai jenis sekolah lanjutan tingkat menegah atas (SMA/MA).
4. Mengenal berbagai jenis pekerjaan.
5. Memberi penghargaan yang obyektif dan sehat terhadap dunia kerja.
Fungsi bimbingan karir di SMP adalah:
- Memberikan arahan kepada siswa agar mempunyai wawasan awal yang objektif tentang pendidikan lanjutan dan lapangan pekerjaan
- Memberikan bekal tambahan dalam melalui masa peralihan yang sistematis dari status siswa menjadi anggota masyarakat yang produktif.
- Memberikan kesempatan untuk mengenal serta membina sikap, minat, dan nilai terhadap dunia kerja.
Ada lima materi pokok bimbingan karir di SMP/SLTP, yaitu:
- Pengenalan konsep diri berkenaan dengan bakat dan kecenderungan pilihan karir/jabatan serta arah pengembangan karir.
- Pengenalan bimbingan karir khususnya berkenaan dengan pilihan pekerjaan.
- Orientasi dan informasi jabatan dan usaha untuk memperoleh penghasilan.
- Pengenalan berbagai jenis lapangan pekerjaan yang dapat dimasuki tamatan SMP.
- Orientasi dan informasi pendidikan menengah sesuai dengan cita-cita melanjutkan pendidikan dan pengembangan karir.
Bimbingan karir di SMP merupakan kelanjutan dari bimbingan karir di SD, melalui guru pembimbing siswa mendapatkan berbagai informasi tentang karir sehingga dapat membina sikap dan apresiasinya terhadap jenis pendidikan, jenis pekerjaan, dan menelusuri hubungan antara kerja dan waktu luang, memperluas minat kerja, serta memberikan berbagai informasi tentang pekerjaan sehingga memunculkan kesadaran siswa untuk menentukan pilihan pekerjaannya dimasa datang sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987).
Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat.
Perubahan istilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang. Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber counseling.
Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).
Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
- Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
- Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
- Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
- Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
- Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
- Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
- Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
- Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Program layanan bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:
- bidang bimbingan pribadi,
- bidang bimbingan sosial,
- bidang bimbingan belajar,
- bidang bimbingan karier.
- layanan orientasi,
- layanan informasi,
- layanan penempatan dan pengukuran,
- layanan pembelajaran,
- layanan konseling perorangan,
- layanan bimbingan kelompok,
- konseling kelompok.
- aplikasi instrumentasi,
- himpunan data dan studi kasus,
- kunjungan rumah, dan
- alih tangan kasus.
Jika pola 17 bimbingan konseling dapat dilaksanakan maksimal, terprogram, dan berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17 tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam pelajaran sehingga empat bidang bimbingan, delapan layanan, dan lima kegiatan pendukung dapat diberikan pada seluruh siswa dan bukan pada siswa yang bermasalah saja.
Artikel Menarik Lainnya:
- Sejarah Lahirnya Bimbingan dan Konseling
- Asas Bimbingan dan Konseling
- Pengertian Bimbingan Kelompok
- Tujuan Bimbingan Kelompok
- Jenis Bimbingan dan Konseling
- Manfaat Bimbingan Kelompok
- Bentuk-Bentuk Bimbingan Kelompok
- Pengertian Bimbingan dan Konseling
- Bentuk-Bentuk Bimbingan Kelompok
- Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial